Jumat, 28 Desember 2012

Pemanfaatan Limbah Serbuk Kayu Gergajian Terdensifikasi Cangkang Kelapa Sawit Sebagai Peningkat nilai Kalor Pengganti Bahan Bakar

Pemanfaatan Limbah Serbuk Kayu Gergajian Terdensifikasi Cangkang Kelapa Sawit Sebagai Peningkat nilai Kalor Pengganti Bahan Bakar
Oleh : Iman Saputra Pertama


RINGKASAN

     Bahan bakar minyak merupakan salah satu hasil bumi yang saat ini digunakan sebagai sumber energi utama dalam mendukung aktivitas manusia. Menipisnya bahan bakar minyak merupakan permasalahan yang dihadapi dalam usaha mencukupi kebutuhan energi saat ini. Pada umumnya, masyarakat di daerah perkotaan menggunakan bahan bakar  minyak untuk keperluan aktivitas rumah tangga. Adapun salah satu bahan bakar minyak yang digunakan adalah minyak tanah. Minyak tanah merupakan jenis minyak bumi yang digunakan sebagai keperluan aktivitas dalam keperluan rumah tangga. Meningkatnya harga minyak mentah dunia menyebabkan terjadinya kenaikan harga bahan bakar termasuk minyak tanah. Selain harga yang mahal keterbatasan bahan bakar minyak juga menjadi salah satu faktor sulitnya mendapatkan bahan bakar tersebut  di daerah perkotaan. Oleh sebab itu, perlu adanya upaya untuk mencari bahan bakar alternatif yang lebih murah dan tersedia dengan mudah.
     Sumber energi alternatif yang banyak diteliti dan dikembangkan saat ini adalah energi biomassa yang ketersediaannya melimpah, mudah diperoleh, ekonomis dan dapat diperbaharui secara cepat. Menurut Kong (2010) biomassa merupakan sumber energi terbarukan dan tumbuh sebagai tanaman. Pada umumnya biomassa yang memiliki nilai ekonomis rendah atau merupakan hasil ekstraksi produk primer (El Bassam dan Maegaard, 2004). Indonesia memiliki potensi energi biommasa sebesar 50.000 MW yang bersumber dari berbagai biomassa limbah pertanian, seperti:  produk samping kelapa sawit, penggilingan padi, pabrik gula, kakao, dan limbah pertanian. Salah satu sumber energi biomassa yang dapat dijadikan energi alternatif adalah limbah serbuk gergajiandan cangkang sawit.
      Menurut Setyawati,2003 Kebutuhan kayu yang terus meningkat dan potensi hutan yang terus berkurang menuntut penggunaan kayu secara efisien dan bijaksana, antara lain dengan memanfaatkan limbah berupa serbuk kayu menjadi produk yang bermanfaat.  Serbuk kayu yang dihasilkan dari limbah penggergajian kayu dapat dimanfaatkan menjadi briket arang, arang aktif, komposit kayu plastik (Setyawati, 2003). Industri penggergajian kayu menghasilkan limbah yang berupa serbuk gergaji 10,6%, sebetan 25,9% dan potongan 14,3% dengan total limbah sebesar 50,8% dari jumlah bahan baku yang digunakan. Produksi total kayu gergajian Indonesia mencapai 2,6 juta m³ pertahun.  Dengan asumsi bahwa jumlah limbah yang terbentuk 54,24% dari produksi total, maka dihasilkan limbah penggergajian kayu sebanyak 1,4 juta m³ per tahun.  Angka tersebut cukup besar karena mencapai sekitar separuh dari produksi kayu gergajian  (Forestry Statistics of Indonesia 1997/1998 dalam Pari, 2002).
     Pada dasarnya, limbah biomassa dapat digunakan sebagai bahan bakar secara langsung seperti halnya yang telah dilakukan oleh masyarakat sejak dulu. Namun demikian, biomassa memiliki kelemahan jika dibakar secara langsung karena sifat fisiknya yang buruk seperti kerapatan energi yang rendah dan permasalahan penanganan, penyimpanan, dan transportasi . Peningkatkan kualitas pembakaran biomassa, saat ini telah dikembangkan bahan bakar biomassa dalam bentuk pellet yang dikenal dengan istilah biopellet. Di beberapa negara maju, seperti: Jerman, Canada, dan Austria, biopellet dikembangkan sebagai bahan bakar alternatif yang berasal dari kepingan kayu.Menurut Gumbira-Sa’id (2010) pellet kayu adalah salah satu jenis kayu bakar, yang umumnya dibuat dari serbuk gergaji yang dipadatkan. Pellet kayu diproduksi dengan menghancurkan bahan baku kayu menggunakan hammer mill sehingga menghasilkan massa partikel kayu yang seragam. Massa partikel kayu tersebut kemudian diumpankan kedalam mesin pengepres yang mempunyai diameter lubang 6-8 mm dan panjang 10-12 mm (Mani et al., 2004).
    Biopellet mempunyai densitas dan keseragaman ukuran yang lebih baik dibandingkan biobriket. Keunggulan dari biopellet ini adalah dapat meningkatkan nilai kalori yang dihasilkan dari proses pembakaran. Selain itu, keseragaman bentuk dan ukuran biopellet juga dapat memudahkan proses pemindahan (transportasi) dari satu tempat ke tempat lain (Bhattacharya, 1998).
     Salah satu parameter kualitas bahan bakar adalah nilai kalor yang dihasilkan dari proses pembakaran. Peningkatan nilai kalor bahan bakar biomassa dapat dilakukan melalui proses densifikasi. Densifikasi merupakan proses pengkompakan residu menjadi produk yang mempunyai densitas lebih tinggi daripada bahan baku aslinya (Bhattacharya, 1998). Proses densifikasi dalam pembuatan biopellet mempunyai beberapa keunggulan, di antaranya: meningkatkan nilai kalor total per satuan volume, memudahkan transportasi dan penyimpanan produk akhir, mempunyai keseragaman bentuk dan kualitas, serta mampu mensubstitusi kayu hutan sehingga mengurangi kegiatan penebangan hutan.
     Gagasan penulisan ini ialah memberikan sebuah informasi kepada masyarakat tentang pemanfaatan limbah dari serbuk kayu gergajian yang terdensifikasi cangkang buah sawit sebagai salah satu bentuk energi alternatif yang ditawarkan dalam bentuk olahan hasil limbah kayu gergajian dan cangkang buah sawit yang sudah tidak digunakan dan bisa diubah manfaatnya sebagai biopellet. Kayu yang  merupakan bagian dari tanaman banyak digunakan sebagai salah satu bahan industri tekstil. Pemanfaatan limbah kayu yang sudah tidak terpakai lagi merupakan bentuk pengoptimalan penggunaan kayu pada umumnya sehingga dapat memberikan solusi atas permasalahan energi dan dampak lingkungan akibat penggunaan bahan bakar minyak. Selain itu penggunaan cangkang buah sawit sebagai media terdensifikasi digunakan untuk peningkatan kadar kalor pembakaran pada biopellet yang terbentuk dengan mensubtitusi cangkang sawit pada biopellet dari limbah serbuk kayu gergajian, maka dapat menaikkan jumlah kalor yang ada pada biopellet sehingga dapat memenuhi nilai kalor yang diperlukan pada saat pembakaran dan juga mengoptimalkan  penggunaan limbah buah sawit yang tidak terpakai.